Hari ini, seperti biasa saya harus masuk kelas memberikan kuliah. Niat saya, hari ini saya akan memberikan pencerahan baru kepada para mahasiswa. Mata kuliah ini sebenarnya berat, karena penuh dengan perhitungan rumit. Tapi saya harus bisa membuatnya menjadi paling sederhana dan mudah untuk dicerna.
Akhirnya, saya putuskan untuk menggunakan metode cerita dan contoh kasus. Artinya saya mempresentasikan fakta konkrit tentang bahasan kuliah tersebut dengan maksud agar para mahasiswa bisa lebih dapat membayangkan makna-makna yang ingin diberikan dalam materi pelajaran ini.
Tapi sayang seribu kali sayang, penyerapan itu ternyata memang tidak semudah yang saya bayangkan. Para mahasiswa masih belum termotivasi dengan kuliahnya. Mereka masih mempersepsikan bahwa kuliah di kelas ini tidak lebih seperti syarat administrasi kehadiran yang bisa memberikan jaminan terhadap nilai akhir untuk mata kuliah yang mereka ikuti. Padahal itu tidak ada hubungannya, bahka saya sebenarnya tidak suka dengan syarat administrasi yang njilimet, pake kuis dan absen serta segala macam tes. Saya lebih suka mendorong mereka dalam semangat motivasi untuk berkarya walaupun sebagian dari mereka sudah pasrah dengan nasibnya.
Tapi, belum waktunya kepala ditundukkan, belum saatnya kelas dibubarkan, dan belum gilirannya terlena dalam kebingungan. Masih ada sedikit asa yang harus diperjuangkan, bukan demi saya pribadi tapi lebih utama demi mahasiswa saya agar mereka bisa berkarya.
Inspirasi Pelita Hati
Kumpulan tulisan pribadi saya. Saat ini dikelompokkan menjadi 5 (lima) kategori yaitu Civitas Akademika-berisi topik-topik di seputar Kampus tempat saya mengajar,Maya-berisi cerita-cerita fiksi karya saya, dan Galery-hasil jeprat-jeprat hobi saya, Intermezzo-berisi hal-hal lain yang menjadi Opini saya, Dakwah berisi prinsip Amar Ma'ruf - Nahi Mungkar yang saya anut.
7 Nov 2015
29 Okt 2015
Kewajiban Kita Menjaga Keyakinan Kita... Allah SWT yang menolong AGAMA KITA
Kalau mutiara ditutupi lumpur ya tetap mutiara... berkilau... Kalau batu kali yang ditutup lumpur ya tetap batu... hitam... legam... Makin ditutup lumpur makin kusam... Kalaupun lumpur itu dibersihkan dia akan tetap legam... karena dia bukan cahaya tapi seonggok batu yang dipaksa atau dianggap sebagai sumber cahaya.
Bukan kami yang menjaga agama ini, tapi Zat yang menurunkan agama ini... Kalau Dia berkenan agama ini tetap ADA, maka sampai semesta lenyap pun tetap selalu ada... kalau Dia berkehendak agama ini LENYAP... Maka saat ini pun langsung hilang tanpa bekas...
Segala TIPU DAYA, FITNAH... bahkan PEMBANTAIAN... kami anggap cobaan... Cobaan untuk bertahan bahwa keyakinan kami benar karena datang dari YANG MAHA BENAR... Dan tanda-tanda kebenaran itu juga sudah diperlihatkan di seluruh semesta...
Kalau kami menutup indra kami, hati kami, bahkan akal kami untuk itu, maka kami sudah mati SEBELUM MATI... Karena tak ada guna lagi kami sebagai manusia, karena apapun yang ditunjukkan tak ada YANG MASUK DI HATI DAN PIKIRAN KAMI... Kami sudah sibuk dengan HASRAT dan KEINGINAN KAMI... sehingga HATI KAMI SAKIT, AKAL KAMI TERGANGGU...
Kalau kami tidak segera BERPALING KEPADA KEBENARAN... maka HATI dan AKAL kami akan MATI, AKAN JATUH DALAM KENISTAAN DAN PENDERITAAN... dan TIDAK ADA LAGI YANG BISA MEMBEDAKAN KAMI DENGAN HEWAN... Kami semua tindakan hanya akan berdasarkan INSTING, HASRAT, dan PERASAAN kami yang SELALU INGIN TERPUASKAN...
Kebenaran tempat kami berpaling adalah KEBENARAN YANG SEJATI, YANG SUDAH TERBUKTI... bukan REKAYASA... Apalagi sekedar DOKMA... Karena akal yang sehat TIDAK AKAN MENERIMA TEORI SEBAGAI HUKUM sebelum TEORI TERSEBUT DIBUKTIKAN KEBENARANNYA...
Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai. (QS. At Taubah 33).
Mereka ingin hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci.” (Q.S. Ash-Shaff [61] : 8)
19 Sep 2015
Menempatkan Definisi Munafik Pada Tempatnya
Akhir-akhir ini sering kita dengar kalau seseorang yang mengungkapkan kebaikan dan dia belum atau tidak mengerjakan kebaikan itu, maka dia disebut munafik. Sebenarnya itu salah kaprah dari definisi munafik. Dalam Islam, munafik itu didefinisikan dalam tiga ciri yaitu:
1. Jika berkata, maka kata-katanya dusta.
2. Jika berjanji, maka janjinya akan diingkari.
3. Jika diberi amanat, maka dia akan berkhianat.
Nah... dalam kasus orang yang mengatakan kebaikan tetapi dia belum/tidak bisa menerapkan kebaikan itu untuk dirinya, maka bukanlah masuk dalam kategori munafik. Kita hanya mengambil kebaikan dari kata-katanya bukan meniru apa yang dia lakukan.
Kenapa demikian? Karena dia belum memenuhi 3 ciri munafik itu. Oya, ada yang berpendapat dia memenuhi ciri nomor 1, berkata dusta... Pertanyaannya apa yang didustakannya? Atau hanya karena ia gagal memenuhi apa yang dia katakan maka ia disebut dusta?
Mungkin harus diterangkan dengan jelas definisi dusta itu, misalnya dia bilang beras itu warnanya kuning, padahal beras itu warnanya putih. Itu disebut dusta, karena yang dia ucapkan itu jauh dari fakta dan kebenaran.
Jadi sebelum menyatakan seseorang munafik, maka pastikan paham dengan baik apa itu munafik.
1. Jika berkata, maka kata-katanya dusta.
2. Jika berjanji, maka janjinya akan diingkari.
3. Jika diberi amanat, maka dia akan berkhianat.
Nah... dalam kasus orang yang mengatakan kebaikan tetapi dia belum/tidak bisa menerapkan kebaikan itu untuk dirinya, maka bukanlah masuk dalam kategori munafik. Kita hanya mengambil kebaikan dari kata-katanya bukan meniru apa yang dia lakukan.
Kenapa demikian? Karena dia belum memenuhi 3 ciri munafik itu. Oya, ada yang berpendapat dia memenuhi ciri nomor 1, berkata dusta... Pertanyaannya apa yang didustakannya? Atau hanya karena ia gagal memenuhi apa yang dia katakan maka ia disebut dusta?
Mungkin harus diterangkan dengan jelas definisi dusta itu, misalnya dia bilang beras itu warnanya kuning, padahal beras itu warnanya putih. Itu disebut dusta, karena yang dia ucapkan itu jauh dari fakta dan kebenaran.
Jadi sebelum menyatakan seseorang munafik, maka pastikan paham dengan baik apa itu munafik.
Langganan:
Postingan (Atom)