18 Jan 2011

BAYAR DI DEPAN ATAU BAYAR DI BELAKANG?

"Mbak...Halo Mbak...", seorang pembeli memanggil pelayanan perempuan di sebuah restoran. "Iya...Ada yang bisa dibantu Pak?", dengan lembut pelayan itu menjawab. "Tolong billnya ya Mbak...?", pinta Pelanggan itu dengan sopan. "Baik Pak, sebentar ya Pak, saya ambil dulu billnya...". Tidak lama kemudian pelayan itu datang dengan membawa bill tagihan makan dan minum untuk pelanggan dimaksud. "Seluruhnya seratus dua puluh lima ribu rupiah ya Pak?", dengan sopan pelayan itu berkata. "Oya...Ini Mbak uangnya, terima kasih", kata pelanggan tersebut sambil menyerahkan uangnya. "Terima kasih kembali ya Pak".
Contoh di atas adalah kasus transaksi pembayaran jasa makan minum di sebuah restoran. Hal ini
tentunya akan berbeda kalau kita melakukan reservasi tiket pesawat on-line. Tidak ada kata-kata
lembut dari pelayanan/petugas, hanya bacaan-bacaan sopan yang berisi petunjuk-petunjuk yang harus dilakukan untuk melakukan pemesanan tiket pesawat secara on-line. Dan yang paling dari semua itu adalah kita harus membayar dulu, baru dapat pelayanan, bukan pelayanan dulu baru bayar.


Masing-masing metode pembayaran ini tentunya memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Pembayaran di belakang, tentunya lebih meringankan konsumen karena mereka lebih dapat memperkirakan layanan yang diterima dengan dana yang harus dikeluarkan untuk membayar pelayanan tersebut. Sedangkan pembayaran di depan lebih menguntungkan produsen, karena pendapatan bisa diterima di muka, tinggal memperkirakan kewajiban yang harus dipenuhi kepada konsumen.

Kedua metode pembayaran di atas sudah umum digunakan, namun kadang-kadang muncul juga perselisihan mengenai metode pembayaran yang akan dipakai antara produsen dengan konsumen. Hal ini tentunya berdasarkan kepentingan masing-masing. Produsen merasa konsumen rutin menggunakan layanan atau produknya sehingga alangkah baiknya jika konsumen membayar di depan sehingga tidak direpotkan dengan tagihan pasca layanan. Tetapi konsumen lebih senang bayar di belakang karena dapat membandingkan berapa layanan yang diterima dan yang harus dibayar.

Solusi dari perselisihan ini adalah dengan kesepakatan, artinya produsen dan konsumen harus bersepakat dengan pembayaran dan layanan yang akan diberi atau diterima. Jika pembayaran di depan, tentunya produsen harus memiliki komitmen kuat untuk memberikan pelayanan sesuai dengan standar harga yang dibayar oleh konsumen, dan menjaga seminimal mungkin terjadinya gangguan terhadap layanan karena konsumen juga telah berkomitmen mendahulukan membayar yang artinya konsumen rela menyerahkan dana padahal belum ada manfaat yang diterimanya. Untuk pembayaran di belakang adalah kebalikannya.

Si konsumen harus menjaga komitmen membayar dan mencegah seminimal mungkin menunggak, mengingat pelayanan/produk telah disampaikan produsen kepada konsumen. Hal ini menjadi perselisihan bahkan konflik ketika salah satu pihak tidak bisa memberikan komitmen atas kewajiban-kewajibannya. Misalnya produsen memberikan layanan yang tidak sesuai dengan biaya yang dibayarkan konsumen, atau konsumen menolak membayar sesuai dengan layanan/produk yang telah diterimanya.

Jadi, untuk menjembatani perselisihan-perselihan tersebut, perlu dibuat kesepakatan atau penyebutan hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan jelas. Misalnya pembelakuan diskon untuk pembayaran di muka dan pemberian kompensasi jika layanan/produk yang diterima konsumen tidak sesuai dengan yang diperjanjikan produsen. Atau produsen berhak menaikkan biaya jika konsumen tidak dapat memenuhi pembayaran layanan/produk yang telah diberikan pada waktu yang telah ditentukan.

Masing-masing pihak harus percaya satu dengan yang lainnya karena itulah bisnis. Bisnis terjadi karena adanya saling percaya, jika salah satu pihak ingkar janji (wanprestasi/cidera janji) tentunya akan menimbulkan konflik-konflik yang pada akhirnya merugikan kedua belah pihak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar