Sering bertanya dalam hati... Sebenarnya belajar, sekolah, kuliah itu untuk apa sih? Cuma untuk kerja, cuma untuk dapat ijazah ato apa?
Trus ketika proses belajar itu dijalani ada hal yang biasa tapi kok rasanya jadi aneh... Apa itu? Ya semacam semangat kompetisi (persaingan). Dari SD, SMP, SMA, sampai Perguruan Tinggi ada larangan kalau ujian tidak boleh mencontek... Ya sepintas lalu benar... Menguji sampai sejauh mana materi itu dikuasai, kalau mencontek gak tau, mana yang udah bisa, mana yang belum. Kalau semuanya bisa, kecil sekali kemungkinannya, kalau semua gak bisa, masuk akal juga...
Yang bikin serasa agak aneh adalah adanya dua pernyataan yang kontradiksi, saling berlawanan tapi dilaksanakan. "Jadikanlah mahasiswa teladan dan yang berprestasi menjadi contoh bagi yang lain, jangan mencontoh mahasiswa-mahasiswa yang gagal" . Pernyataan ini sering dinyatakan dalam acara2 resmi, pembukaan ospek, wisuda, dan lain-lain. Kita disuruh mencontoh tapi implementasinya gak boleh mencontek. DISURUH BUAT, TAPI KETIKA DIBUAT MALAH DILARANG... ini yang disebut kontradiksi...
Tapi mungkin ada alternatif pemikiran seperti ini, MUNGKIN GAK PENILAIAN ITU JANGAN DIUKUR DARI SEBERAPA BANYAK JAWABAN YANG BENAR KETIKA UJIAN, tapi MEMBUAT SUATU KARYA YANG BERGUNA. Jadi ukurannya bukan nilai yang tinggi, tapi seberapa besar nilai guna karya mahasiswa tersebut. Nilai guna itu maksudnya bisa dimanfaatkan oleh orang banyak. Jadi REPOT dan RIBET ??? Sebenarnya gak juga, tapi esensi belajar, kayaknya lebih kena dengan pola penilaian seperti itu. Juga gak gampang ditiru... Inovasi pasti selalu ada menjelang akhir semester... Belajar pun pastinya lebih menyenangkan, karena yang dipelajari jadi benar2 REAL, nyata dan bukan lagi hanya dibayangkan...
Trus tentang penilaian... Biasanya habis ujian, nilai itu diumumkan, dan ketauan siapa yang nilainya tinggi dan siapa yang nilai rendah... Yang jadi pertanyaan kalo udah tau siapa yang tinggi dan siapa yang rendah lalu selanjutnya apa ??? Ya berarti TAU SIAPA YANG BERHASIL, SIAPA YANG GAGAL. Kalau udah tau siapa berhasil dan siapa yang gagal trus diapain? Yang berhasil kasih penghargaan, yang gagal harus mencontoh yang berhasil biar berhasil... Nah balik lagi ke pernyataan di atas...???
Misalnya, kita melakukan tes kesehatan, trus hasilnya tes menunjukkan apa yang sehat dan apa yang sakit (terganggu), kira-kira kalau kita tahu hasil apa yang kita lakukan ??? YA TENTUNYA YANG SEHAT DIJAGA SUPAYA TETAP SEHAT DAN YANG SAKIT DIOBATI, DIRAWAT SUPAYA SEHAT... Nah itu... Bisa gak ya logika itu dimasukkan ke metode Belajar Mengajar... Jadi kalau abis TES, ketauan siapa yang GAGAL dan siapa BERHASIL... Yang BERHASIL DIMAINTAIN agar BISA MENCARI SOLUSI UNTUK MASALAH BERIKUTNYA, supaya tetap KREATIF & INOVATIF. Bagi yang GAGAL diajari lagi ato diturunkan LEVELNYA supaya bisa tetap INOVATIF dan KREATIF (kayak main game, kalau stage 1 belum lulus ya gak bisa ke stage 2), kalau sampai BATAS WAKTU tetap belum lulus ya berarti kemampuan kita di stage 1.
Jadi PENILAIAN ITU BUKAN A, B, C, D, E lagi, tapi sampai LEVEL BERAPA DIA BISA BELAJAR... Ya bagi yang mencapai LEVEL TINGGI tentunya direkomendasikan bisa mengerjakan pekerjaan sulit dan rumit, yang LEVEL RENDAH direkomendasi untuk pekerjaan yang gampang... JADI DI DUNIA KERJA ATAU DI MASYARAKAT untuk mencari tenaga kerja atau berusaha tinggal bikin syarat aja, hasil BELAJARNYA HARUS LEVEL BERAPA untuk mengerjakan pekerjaan yang dimaksud. Jadi gak ISTILAH LULUS TIDAK LULUS karena semua LULUS, yang ada DIA BISA KERJA ATAU BUAT APA atau KERJAAN LEVEL BERAPA YANG BISA DIA KERJAKAN ???. Ya kalau dengan metode ini mungkin saja ada SARJANA yang mengerjakan pekerjaan OPERATOR karena MEMANG LEVEL HASIL BELAJARNYA SEGITU atau mungkin juga ada SARJANA yang mengerjakan PEKERJAAN SCIENTIST atau ENGINEER karena LEVEL HASIL BELAJAR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar