Minggu kemarin bikin acara jalan-jalan. Asik banget jalan-jalannya. Menjelajah tempat-tempat yang belum pernah dijelajahi. Boncengan naik motor. Helm lengkap, jaket dan sepatu pengaman lengkap. Pokoknya sesuai dengan standar keselamatan berkendara.
Perginya lewat jalan umum yang padat, truk, angkot, kendaraan pribadi. Sampai di tempat yang dituju, berputar-putar sebentar, foto-foto dan diam sejenak untuk mengusir lelah. Akhirnya setelah puas menikmati pemandangan dan suasana yang ada, kami pun beranjak pulang.
Karena bosan menikmati kemacetan, kami pun mengambil jalan yang berbeda dengan arah perginya. Jalan imi lebih luas dengan empat jalur, dua di kanan dan dua di kiri. Lalulintas pun tidak begitu ramai, maklum hari Minggu.
Karena di depan ada perempatan dan kami akan belok ke kanan, maka kami mengambil jalur kanan. Tiba-tiba tak disangka, ada seorang polantas dgn jaket hijau muda terang berjalan ke tengah dan menyuruh kami ke pinggir. Kami pun bertanya dalam hati, apa lagi salah kami sehingga ditangkap?
"Selamat siang Pak... mohon ditunjukkan SIM sama STNKnya Pak..". Kami pun menunjukkan yang kami punya. "Ada apa Pak...?", kami pun bertanya. "Bapak salah jalan, sepeda motor itu jalan di sebelah kiri, ini saya buatkan surat tilangnya", jawab polisi dengan gaya pongahnya... "Wah kami nggak tau Pak, apa ada tandanya Pak?". Dengan gays sombong dia menjawab, "Ya ada, di depan saya".
Langsung dia keluarkan surat tilang, tulis. Tapi saya bilang, "Pak, jangan ditilang, masak kami gak tahu, ditilang juga"... "Kalau mau alasan gak tau, ntar komplain di pengadilan", jawabnya sambil tetap menulis di surat tilang. Wah, gak bener nih... bayangkan jika harus ke pengadilan dan berhadapan dengan mafia pengadilan, bisa habis waktu dan biaya berapa lagi. Yang jelas, ujung-ujungnya tetap bayar denda.
Akhirnya setelah menimbang untung rugi, waktu, biaya dan tenaga, akhirnya... "Pak, gak bisa diselesaikan di sini saja, saya kerja Pak, gak punya waktu bolak balik ke pengadilan, bisa-bisa dipecat saya Pak..." Dengan wajah sinis penuh kemenangan, polisi tadi pun berkata, "ya sudah, kalau mau diselesaikan di sini, Ini dendanya", ditunjukkannya daftar denda pada surat tilang, "Dua Ratus Ribu Rupiah....", mahal amat... "Gini aja Pak, ini dompet saya", sambil menunjukkan isi dompet. "Uang saya tinggal lima puluh ribu, saya gak punya uang segitu Pak, gimana Pak bisa gak ?"... Dengan mimik wajah yang ketus, polisi tersebut berkata, "Ya sudah gak apa-apa, lain kali lihat jalan, jangan di sebelah kanan"... Kami menyerahkan uang lima puluh ribu rupiah tadi, dan berlalu sambil berkata, "Terima kasih Pak..."... Cabuuuuut, dasar nasib sial, bayar polisi..
Memang...damai di tempat tidak bisa dihindarkan kalau mikiri waktu, tenaga dan biaya yang harus dibayar jika mengikuti prosedur sidang di pengadilan. Belum lagi mafia pengadilan yang udah kong kali kong dalam satu sistem. Semoga ini yang terakhir kena tilang polisi, dan jangan sampai berurusan sama pengadilan, Naudzubillahimindzalik Tsummanaudzubillah... Aamiin...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar