23 Mar 2013

Unjuk Rasa - Haruskah ???

Sekarang ini semuanya bisa diluapkan dengan demontrasi. Ketidaksetujuan, ketidakpuasan semuanya diperjuangkan dengan demonstrasi. Katanya ada demontrasi damai, tapi pada kenyataannya 99% demontrasi gak ada yang damai. Karena hakikat demontrasi itu sendiri ada menunjukkan rasa tidak puas, menunjukkan rasa marah, menunjukkan tuntutan yang "dipaksa" harus dipenuhi.

Dari peristiwa-peristiwa itu, saya bertanya apakah memang demontrasi itu diperlukan sebagai salah satu instrumen demokrasi? Apakah tidak ada jalan yang lain selain demonstrasi untuk menunjukkan atau menyatakan perasaan kita.

Sulit menjawabnya, yang jelas faktanya kalau lebih dari satu orang sudah tidak puas dan marah, demontrasi satu-satunya caranya untuk melampiaskan kemarahan, atau mungkin demonstrasi cuma kedok untuk bisa marah-marah... Itupun harus dilakukan rame-rame, kalau sendiri, masih belum bernyali...

Saya mencoba mengumpulkan beberapa kasus demostrasi, mungkin para pembaca bisa menyatakan pemahanaman lainnya dari kasus-kasus tersebut.

1. Demo Registrasi Soal Registrasi , Mahasiswa IAIN menuntut toleransi batas waktu pembayaran uang kuliah. Kalau dari beritanya, pihak rektorat ingin mendisplinkan kegiatan pembayaran uang kuliah. Sedangkan mahasiswa mengeluhkan fasilitas pembayaran yang kurang sehingga susah untuk membayar. Dalam kasus ada dua masalah utama yang perlu diperhatikan yaitu disiplin membayar dan tambahan fasilitas untuk mempermudah pembayaran. Kalau ini dikomunikasikan, kayaknya semua lancar-lancar aja, dan bukan masalah besar.

http://regional.kompas.com/read/2013/02/18/13425975/Demo.Soal.Registrasi.Kuliah.Mahasiswa.IAIN.Rusuh.

2. Ratusan Mahasiswa Demo Rektor. Mahasisa Universitas Bung Hatta Padang mendemo Rektor dan menuntut perpanjangan waktu registrasi ulang bagi mahasiswa yang kurang mampu dengan batas waktu maksimal sampai Ujian Tengah Semester (UTS). Masalah sebenarnya adalah adanya mahasiswa yang kurang mampu yang perlu diperhatikan. Di samping itu ada kenaikan biaya KKN dan biaya Wisuda.

http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=29680

3. Demo mahasiswa, Arus Kendaraan di Bundaran SIB dialihkan. Mahasiswa dari berbagai elemen yang tergabung dalam Konsorsium Pemuda Sumatera Utara melakukan demontrasi di Jl. Gatot Subroto, Bundaran SIB Medan. Tuntutannya menghentikan sistem demokrasi dan kembali ke Pancasila.

http://www.tribunnews.com/2013/03/23/demo-mahasiswa-sumut-arus-kendaraan-di-bundaran-sib-dialihkan

4. Demo, Mahasiswa Blokir Jalan Diponegoro. Ratusan Mahasiswa yang tergabung dalam KM Raya menggelar aksi unjuk rasa dan menutup jalan tersebut sehingga macet total.

http://metro.news.viva.co.id/news/read/185501-macet--jalan-diponegoro-diblokir-mahasiswa

5. Korlap Aksi Demo Mahasiswa IAIN di-DO. Mahasiswa yang menjadi korlap (koordiantor lapangan) demo mahasiswa di-DO oleh Pihak Rektorat IAIN. Mahasiswa tersebut telah menginjak semester 10 dan tidak melakukan registrasi ulang sebagai mahasiswa. Hal ini ditambah lagi dengan perannya sebagai korlap pada demontrasi mahasiswa di IAIN Sunan Ampel Surabaya dan menimbulkan aksi anarkis.

http://surabaya.detik.com/read/2013/03/22/142227/2201164/466/korlap-aksi-demo-mahasiswa-iain-di-do

Kasus-kasus di atas adalah contoh-contoh dampak demo... Tidak ada yang bisa menjamin kalau demonstrasi itu tidak anarkis. Bahkan demo-demo tersebut sebenarnya dilatarbelakangi dan digerakkan oleh mahasiswa-mahasiswa yang "bermasalah".

Untuk mengurangi aktifitas demontrasi dan mencegah dampak-dampak negatifnya, mungkin bisa dilakukan dari dua aspek :
1. Aspek Pimpinan Perguruan Tinggi, membukan komunikasi dan saluran untuk menyampaikan aspirasi seluas-luasnya. Memberikan solusi terhadap mahasiswa dengan kasus-kasus tertentu. Masalahnya demonstrasi ini banyak dilantarbelakangi oleh perasaan, terutama perasaan tidak puas, jadi harus ada pendekatan perasaan juga.

2. Aspek Mahasiswa, sebagai kaum intelektual, penyampaian pendapat dan aspirasi itu juga hendaknya disampaikan secara intelektual. Masalah-masalah yang terjadi disampaikan ke Pimpinan Perguruan Tinggi disertai dengan usulan-usulan solusi. Mungkin Pimpinan Perguruan Tinggi juga belum memikirkan solusinya, jadi apa salahnya jika Mahasiswa membantu memberikan solusi.

Yang jelas, berdasarkan pengalaman, demontrasi itu dirasakan seperti aksi-aksi heroik dari sisi mahasiswa, tapi dampak negatifnya dirasakan oleh hampir seluruh Civitas Akademika. Untuk kasus-kasus "membela rakyat kecil" harus lebih diperhatikan lagi, karena kadang-kadang sudah disusupi berbagai kepentingan. Intinya jadilah mahasiswa yang kreatif, inovatif, yang benar-benar membela rakyat kecil, kaum proleterat, dari kesengsaraan, jangan jadikan mereka kedok untuk membenarkan suatu aksi yang sebenarnya merusak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar