Rasanya dari SD dulu, menikmati matematika lebih kepada kebutuhan belajar, bukan pada memaknai ilmunya sendiri. Akibatnya memang pelajaran matematika jadi beban yang tak tertanggungkan. Alhamdulillah masih bisa mengikuti sehingga secara syarat kelulusan masih terpenuhi. Tapi setelah sekian lama belajar, memang belajar matematika itu untuk apa ya? Bagaimana penerapannya?
Secara terbatas, implementasi
ilmu matematika masih sebatas pada aritmatika, bangun data, bangun ruang, dan
sebagian kecil aljabar dan trigonometri. Padahal ada kalkulus dan statistik
yang powerful untuk masalah-masalah abstrak. Sayangnya untuk cabang kalkulus
dan statistik diajarkan dengan cara yang abstrak. Masalahnya abstrak, cara
belajar juga abstrak.
Maksudnya abstrak itu gimana?
Baik, sebelum itu dijawab, mungkin ada baiknya kita lihat dulu beberapa sub
ilmu matematika. Belajar aritmatika dimodelkan dengan penjumlahan, pengurangan,
perkalian dan pembagian, masalahnya jelas. Misalnya penambahan volume,
pengurangan nilai, pembagian benda, dan lain. Trigonometri, jelas belajar
tentang sudut dan aturan lingkaran serta segitiga (sinus, cosinus, tangen,
contangen dan anti-antinya). Trus pelajaran geometri (bangun datar, bangun
ruang) lebih jelas lagi. Mempelajari bentuk, menghitung luas, volume.
Aplikasinya lebih real pada tempat atau lokasi, misalnya luas tanah, volume
benda, luas bangunan yang memang sehari-hari dibutuhkan.
Nah, sekarang kalkulus dan
statistik. Walaupun kalkulus dan statistik
juga populer dalam kehidupan sehari-hari, tetapi tidak sepopuler
aritmatika, trigonometri, dan geomertri. Untuk statistik kepopuler itu hanya
terletak pada tiga bahasan yaitu nilai rata-rata, nilai minimum dan nilai
maksimum, sedangkan teori-teori peluang jarang digunakan, kalaupun digunakan
dalam lingkungan yang terbatas. Kalau kalkulus lebih abstrak lagi, gak
terbayang... Ketika awalnya belajar kalkulus, pertanyaan pertama untuk definisi
turunan adalah kenapa terjadinya turunan, kenapa harus diferensial? Diferensial
itu hakikatnya bagaimana? Trus muncul lagi anti diferensial, yaitu integral.
Hakikat integral itu apa, kenapa bisa muncul integral.
Dalam contoh-contoh soal
kalkulus, diferensial terjadi karena ada sesuatu yang mendekati tak terhingga
atau suatu nilai, dimana nilainya abstrak. Nilai itu hanya didefinisikan dalam
bentuk persamaan fungsi. Nah itu yang sulit dibayangkan bagaimana konkritnya.
Mungkin kalau orang matematika bisa kebayang gimana, nah untuk orang-orang
awam, yang hanya menggunakan matematika sebagai alat bantu solusi masalah,
menjadi tidak friendly, susah
dibayangkan. Trus munculnya integral juga begitu, jika ada suatu kurva,
kemudian kurva itu diisi dengan garis atau apapun yang bisa memenuhi kurva,
seperti es krim memenuhi termos, maka berapa jumlah garis atau butiran es krim
yang memenuhi termos tersebut, dihitung dengan integral. Hal ini terjadi karena
tidak tau pasti berapa ukuran garis atau butiran es krim yang bisa memenuhi
termos tersebut. Kalau diibaratkan dengan perhitungan kebutuhan ubin untuk memenuhi
satu lantai ruangan, maka jelas, karena ukuran ubin jelas, ukuran ruanga yang
mau diisi ubin juga jelas.
Jadi, mungkin ada baiknya kalau
pendekatan pengajaran matematika khususnya untuk bukan yang ahli matematika
atau hanya menggunakan matematika sebagai alat bantu, bisa lebih mendefinisikan
materinya dalam bentuk filosofi atau masalah yang lebih konkrit sehingga dapat
dibayangkan apa yang sedang dimodelkan dengan matematika tersebut.
Misalnya persamaan garis lurus
y = mx + c atau persamaan parabola y = x2 bisa dijelaskan untuk apa
dan bagaimana itu terjadi. Tidak sekedar menggambar garis tetapi bisa diberikan
contoh masalah yang bisa dianalisa dengan menggunakan persamaan garis lurus
atau parabola.
Kendala lainnya untuk penggunaan
istilah yang terkesan abstrak jika diterjemahkan dalam pengertian sehari-hari,
misalnya jika dan hanya jika, sedemikian sehingga, dan lain-lain. Jika dan
hanya jika itu pengertian konkritnya apa, trus sedemikian itu maksudnya apa,
agak susah dibayangkan.
Kalau dari pengalaman sendiri
dalam belajar matematika, ya itu tadi, umumnya di awal diberikan
prinsip-prinsip, yang kalau boleh dibilang...ABSTRAK... Pengertian kesejatian
dan konkritnya dipahami ketika diberikan masalah, misalnya teori peluang pada
statistik... Ternyata peluang itu sebenarnya perbandingan kejadian yang ingin
diamati dengan banyaknya kejadian yang terjadi. Misalnya yang sering jadi
contoh itu peluang lemparan dadu. Kalau hanya satu kali lempar, berarti peluang
banyaknya kejadian adalah sebanyak sisi dadu yaitu enam. Kalau ingin diamati
satu sisi (misalnya sisi nilai 2) berarti 1/6. Penjelasan mungkin akan lebih
enak dicerna, dengan tidak memberikan prinsip-prinsipnya dulu tetapi
menjelaskan masalahnya dulu, lebih konkrit.
Ke depan mungkin pola
pengajaran matematika dan statistik bisa disempurnakan, setidaknya ada
improvisasi yang LEBIH MEMBUMI, artinya pemahaman terhadap konsep-konsep
abstrak matematika bisa lebih dikonkritkan sehingga matematika bisa menjadi
alat bantu yang benar-benar berguna, tidak sekedar mata pelajaran atau mata
kuliah yang ABSTRAK atau BEBAN PEMBERAT... khususnya bagi yang awam dengan
matematika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar